Legislator Dukung MK Agar Banggar Tidak Terjebak Mekanisme Proyek
Kewenangan Badan Anggaran (Banggar) membahas RAPBN sampai satuan tiga perlu ditinjau ulang. Pasalnya , kewenangan itulah sebenarnya yang membuat terjadinya negosiasi atara Pemerintah dan parlemen. Parlemen itu menyetujui secara keseluruhan terhadap budget pemerintah dan harus disadari bahwa APBN adalah kesepakatan antara rakyat dan pemerintah. DPR menyetujui sedangkan detailnya dibahas di Komisi-komisi dan departemen terkait.
Hal itu ditegaskan anggota DPR Achsanul Qosasi di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (26/5), menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memangkas kewenangan Banggar. MK menilai kewenangan Banggar harus dibatasi saat membahas anggaran teknis di kementerian. DPR seharusnya tidak membahas anggaran hingga hal-hal yang sangat rinci di satuan 3.
Selain itu MK juga menghapus kewenangan DPR dalam memberi tanda bintang anggaran yang dianggap belum menenuhi syarat. DPR hanya boleh menyatakan setuju atau tidak setuju dengan tidak menunda pencairan.
Menurut Achsanul, apa yang dilakukan MK merupakan langkah bagus dan perlu didukung. Dengan demikian, Dewan tidak terjebak dalam mekanisme proyek atau seolaholah ada negosiasi antara pemerintah dan DPR. Biarlan pemerintah menjalankan perannya sesuai dengan budget-bugdet dan sasaran kementerian yang sudah ada. “ Jadi saya dukung MK, saya usulkan sudah dua tahun lalu agar Banggar tidak terjebak pada pembahasan satuan tiga,” tegas anggota Komisi XI DPR ini.
Terkait dengan menghilangkan “ pembintangan”, mata anggaran instansi pemerintah, politisi Partai Demokrat ini mengatakan yang membintangi anggaran bukan kewenangan Banggar DPR. DPR itu hanya menyetujui saja, kalau ada sejumlah hal bukan terkait proyek misalnya adanya pemeriksaan BPK atau BPKP yang belum dijalankan, itu boleh disampaikan kepada pemerintah agar jangan terulang kembali.
“ Tapi kalau membintangi ada hal-hal dan tujuan tertentu, saya tidak sepakat. Kalau pembintangan karena pemeriksaan BPK belum dilaksanakan saya setuju, DPR mempunyai hak melakukan itu,” ia menjelaskan.
Ditambahkan, DPR dalam pembahasan RAPBN menyetujui program dan jumlah, sedangkan detailnya yang tahu pemerintah. Parlemen bukan eksekutor, tetapi pengawas sehingga apa yang sudah disetujui dalam nota keuangan yang diajukan, secara detail pemerintah yang tahu dan selanjutnya dibahas Komisi-komisi. “ Kalau bicara proyek perproyek, saya rasa tidak pas, karena Komisi-komisi bisa melakukan evaluasi dan pengawasan setiap saat,” tandas Qosasi. (mp)foto:naefuroji/parle/od